Film n Musik . 22/04/2025, 17:56 WIB
Penulis : Sigit Nugroho | Editor : Sigit Nugroho
fin.co.id – Di tengah ramainya penonton yang berbondong-bondong ke bioskop sejak 17 April lalu, satu judul mencuri perhatian publik—Film Pengepungan di Bukit Duri. Disutradarai Joko Anwar, film ini bukan hanya menyajikan ketegangan sinematik, tapi juga menyulut diskusi hangat di media sosial. Salah satu penyebabnya adalah munculnya easter egg yang dianggap mengaitkan film ini dengan karya-karya Joko sebelumnya.
Namun, Joko Anwar dengan tegas menyampaikan bahwa Pengepungan di Bukit Duri adalah karya yang berdiri sendiri. "Kali ini hanya menampilkan apa yang ada di film ini. Kalau pun ada beberapa, ya itu bonus buat yang pengin ngulik," ujarnya dalam sebuah konferensi pers.
Meski begitu, publik tetap penasaran. Di balik alur cerita dan visual yang kuat, film ini menyimpan beberapa fakta menarik yang memperkaya makna film dan memperkuat resonansi emosionalnya.
Salah satu keputusan yang menarik adalah pemilihan latar waktu tahun 2027. Bukan sekadar angka, Joko Anwar secara strategis memilih tahun tersebut agar terasa cukup dekat bagi penonton, secara emosional maupun logis. Ia menilai, latar tahun 2045 terasa terlalu jauh, dan bisa menciptakan jarak dengan realitas penonton saat ini.
Bukan Joko Anwar namanya jika tidak memasukkan isu sosial yang tajam ke dalam narasi. Dalam Pengepungan di Bukit Duri, tema anti-kekerasan remaja menjadi titik berat cerita. Lewat konflik di lingkungan sekolah, film ini membedah hubungan antara generasi muda dan dewasa dalam konteks sosial yang kompleks. Penonton diajak menyelami dampak kekerasan, tidak hanya secara fisik tapi juga secara emosional dan struktural.
Film ini juga menyisipkan nuansa sejarah dengan merujuk pada peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Trauma kolektif yang dialami komunitas Tionghoa digambarkan melalui berbagai elemen, termasuk penggunaan frekuensi radio 98.05 FM—sebuah detail yang tidak luput dari pengamatan penonton. Elemen ini memberikan lapisan emosional tambahan dan mengaitkan cerita fiksi dengan kenyataan sejarah Indonesia.
Tanggal perilisan Pengepungan di Bukit Duri—17 April 2025—bukan tanpa makna. Penggemar Joko Anwar dengan cepat menghubungkannya dengan tanggal-tanggal penting dalam film Pengabdi Setan. Mulai dari 17 April 1955, hingga 17 April 1984 yang muncul di lukisan-lukisan dalam film tersebut. Meskipun Joko Anwar membantah ada keterkaitan langsung, pengulangan tanggal ini tetap memantik teori dari para penonton yang gemar mengulik simbol-simbol tersembunyi.
Yang tak kalah menarik, skenario Pengepungan di Bukit Duri ternyata sudah ditulis sejak tahun 2007. Namun, Joko Anwar mengaku baru merasa cukup matang untuk merealisasikannya setelah 17 tahun. "Saya baru benar-benar siap secara emosional dan teknis tahun ini," ujarnya.
Dengan kekuatan tema, kedalaman cerita, dan detail-detail tersembunyi yang mengundang spekulasi, Film Pengepungan di Bukit Duri tak hanya layak ditonton, tapi juga layak untuk direnungkan. Apakah ini awal dari semesta baru Joko Anwar, atau hanya sebuah karya tunggal yang menyisakan banyak tanda tanya? Penontonlah yang (*)
PT.Portal Indonesia Media