fin.co.id - Artis kontroversial Nikita Mirzani kembali menjadi sorotan publik setelah meluapkan amarahnya di tengah persidangan kasus dugaan pemerasan yang dilaporkan oleh dokter kecantikan Reza Gladys.
Salah satu video yang beredar, Nikita Mirzani menolak dan membentak JPU saat hendak dikenakan rompi tahanan.
Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu, Nikita Mirzani juga menolak untuk kembali ke tahanan sebelum majelis hakim bersedia memutar rekaman yang diklaimnya sebagai bukti adanya kriminalisasi dan "permainan" antara pihak pelapor dengan jaksa serta hakim.
Meskipun majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah meninggalkan ruang sidang, Nikita tetap bergeming. Perilaku ini, menurut sejumlah pengamat hukum, bisa menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan oleh hakim.
Pendapat Pakar Hukum
Menanggapi kejadian ini, beberapa pakar hukum memberikan pandangannya. Salah satunya adalah Suparji Ahmad, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia.
Baca Juga
Menurut Suparji, sikap terdakwa di persidangan dapat menjadi salah satu pertimbangan hakim, meskipun bukan satu-satunya penentu.
"Perilaku terdakwa di persidangan akan dicatat dalam berita acara sidang. Hakim akan melihat apakah terdakwa bersikap kooperatif atau tidak," jelas Suparji saat dihubungi Disway.id, Jumat 1 Agustus 2025.
"Sikap emosional yang berlebihan, apalagi sampai dianggap merendahkan martabat pengadilan, bisa saja menjadi hal yang memberatkan. Namun, ini tidak lantas menjadi satu-satunya dasar untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat. Hakim harus tetap berpegang pada fakta dan bukti di persidangan," tambahnya.
Suparji menjelaskan, hakim memiliki kewenangan untuk menilai seluruh aspek yang terjadi selama persidangan, termasuk perilaku terdakwa. Namun, profesionalisme hakim menuntut mereka untuk tetap objektif dan tidak terpengaruh oleh emosi pribadi.
Keputusan hakim harus didasarkan pada pertimbangan hukum yang kuat, seperti unsur-unsur pidana yang terbukti dalam dakwaan, serta hal-hal yang meringankan dan memberatkan hukuman.
Hal yang meringankan, misalnya, adalah terdakwa yang belum pernah dihukum, mengakui kesalahannya, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Sementara, hal yang memberatkan bisa jadi perilaku yang tidak kooperatif, berbelit-belit, atau dianggap merendahkan lembaga peradilan.
Oleh karena itu, tindakan Nikita Mirzani yang protes keras dan menolak kembali ke tahanan dapat dianggap sebagai bentuk perlawanan dan ketidakkooperatifan. Namun, hal ini juga harus dilihat dari sudut pandang tekanan psikologis yang mungkin dialami oleh terdakwa.
Perlunya Laporan Resmi
Mengenai tuduhan Nikita tentang adanya 'main mata' antara pihak pelapor, jaksa, dan hakim, Suparji Ahmad menyarankan agar hal tersebut dilaporkan secara resmi jika memang memiliki bukti yang kuat.